Jika Pasangan Gak Sesuai Kriteria Setelah Baru Menikah

Posted on

Tapi enggak semuanya pengantin baru itu enak.
Emang iya?
Iya. Ini Ana dapat data, nih! Jadi ada ikhwan kita baru nikah beberapa bulan, tapi Qadarallah udah banyak konflik di rumah tangganya.

Kok bisa?!
Kalau ada Ikhwah yang menghadapi pernikahan , kemudian ternyata ditemukan istrinya susah disuruh salat
atau membangkang terhadap suami, ini memang bermasalah di agamanya dari awal.
Makanya, tolok ukur mencari pasangan salah satunya adalah harus sepadan.
Kata Nabi ﷻ وانكحوا الأكفاء منكم “Menikahlah dengan orang yang sepadan dengan kalian.” Jadi maksudnya –
Contohnya Istri ana, Ustaz.
MashaAllah.
Ingat bedak itu yang sekali tabok gini aja udah bisa putih semua? Alhamdulillah dia qana’ah.
Dioles kali bukan ditabok.
Ditabok, Ustaz.
DISKUSI – Dialog Seputar Keluarga Islami
بَسْمَلَة ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
MashaAllah ini kursi panas.
Ahlan wa Sahlan, Akh Aries! Ahlan bik
Beliau sementara menggantikan Akh Ammar, karena Ammar sudah pulang ke Indonesia, Alhamdulillah kemarin.

Ana sebagai stun-man di sini.
Enak banget dia pulang. MashaAllah.
Pengantin baru, baru sepuluh hari safar langsung ke sini.
Tetap perpanjang. Enak pengantin baru ya?
Enak banget baru, MashaAllah ya?
Tapi enggak semuanya. Enggak semuanya pengantin baru itu enak.
Enaklah pengantin baru, masa enggak enak?
Ada. Ini ada kasus nih masuk ke HP. Bahwa ada ikhwan yang nikah sudah berbulan-bulan sama pasangannya Qadarallah
Akhwatnya itu di luar dari ekspektasinya dia.
Loh, kok bisa?!
Iya banyak ada pelanggaran-pelanggaran inilah, sedikit pelanggaran-pelanggaran yang mungkin
enggak nyaman juga buat suaminya.
Itu ta’arufnya enggak benar kali tuh?
Duh enggak tahu tuh, coba nih mendingan kalau bahas kaya beginian nih jangan kita berdua, enggak ada ilmu kita.
Nah ini sama Ustaz Khalid Basalamah saja. Beliau dari keilmuannya juga MashaAllah dan beliau juga praktisi.
MashaAllah praktisi. Oke بَسْمَلَة ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ Ustaz.
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bagaimana Ustaz, kabarnya?
Alhamdulillah. Alhamdulillah, Ustaz.
Semuanya baik.
Ustaz, jadi begini.. ada ikhwan kita Ustaz. Dia baru menikah beberapa bulan ini. Ternyata akhwatnya itu
Banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran, Ustaz. Jadi melayani suaminya enggak maksimal, salatnya bolong-bolong.
Dinasihatin juga susah, Ustaz. Itu bagaimana ya? Maksudnya bagaimana caranya kita menghadapi
Sebuah dilematika ketika baru nikah
dan ternyata pasangan kita itu enggak sesuai dengan apa yang kita nazarin, apa yang kita ini, Ustaz,
(inginkan) di awal ta’aruf itu, Ustaz.
Baik, الحَمْدُ لله والصلاة والسلام على رسول الله
Pasti permasalahan tadi yang sudah diangkat itu
bermasalah dari awal di masa ta’arufnya.
Karena Nabi ﷻ sudah kasih tolak ukur.
Untuk menikahi wanita itu kan “تتزوج المرأة لأربعة أشياء
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara.”
“بأموالها Karena kekayaannya, وأسمائها karena keturunannya, وجمالها karena kecantikannya, dan ودينها karena agamanya.”
فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Pilih yang beragama hidupnya akan tentram.”
Ini umum ya, ada orang menikahi wanita karena kekayaannya saja.
Supaya dia juga terpenuhi kebutuhannya begitu kan.
Ada orang menikah karena keturunannya. Ini jalurnya, nasabnya, terhormat segala macam.
Ada yang menikah karena kecantikan saja. Tapi Nabi sudah bilang “Ada juga orang menikah karena agama.”
Dari empat kriteria ini, maka carilah yang beragama. Hidupmu akan tentram.
Penutupan hadis ini penting. تربت يداك artinya “Hidupmu akan tentram.”
Itu sudah jawabannya. Kalau selama ini kita cuman mendahulukan kekayaan, keturunan, ataupun kecantikan dan kita lupakan agamanya.
Nah inilah yang terjadi.
Karena orang kalau sudah beragama berarti sudah mengenal Tuhannya. Nah mengenal Tuhannya ini berarti
dia akan patuh terhadap peraturan-peraturan Allah. Di antaranya adalah bakti dengan suami. Pelayanan terhadap suami.
Mencari rida suami itu kan bagian daripada syariat.
Karena Nabi ﷻ sudah menekankan “Wanita manapun yang meninggal dunia, sementara suaminya rida, artinya
Merasa kehilangan, karena selama hidup selalu saja isinya pengabdian, selalu mencari rida suaminya,
selalu minta maaf.
Kalau ada kesalahan.
Maka, dia akan masuk surga. Dalam riwayat lain, Istri manapun yang salat lima waktu, enggak disebutin salat sunnahnya.
Jadi kalau udah salat sunnah itu ekstra (pahalanya). Ekstra pahala. Kemudian dia yang menjaga puasa Ramadhannya.
Enggak disebutin puasa sunnah, dan melayani suaminya dengan baik.
Kecuali pada saat dia meninggal akan diberikan kesempatan memilih dari delapan pintu surga yang mana dia mau masuk.
MashaAllah. Hanya dengan baik dengan suami, Ustaz? Cukup?
Jadi salat lima waktu, semua orang akan kerjakan karena kewajiban, apalagi jika diikuti dengan sunnah.
Puasa Ramadhan setahun sekali, dan fokus ke satu orang laki-laki saja.
Suami saja. Karena enggak ada poliandri dalam Islam.
Maka dia tidak perlu fokus ke laki-laki lain. Cuman satu saja. Maka pada saat dia di dunia dia akan dapatkan
cinta suaminya, dan tentu akan ada royalitas dan loyalitas juga dari suami karena dia berbakti.
Dan di akhirat dia masuk surga.
MashaAllah poin penting nih buat para Istri rumah.
MashaAllah. Jadi permasalahannya adalah kalau ada ikhwan yang menghadapi dia menikah, kemudian
ternyata ditemukan Istrinya susah disuruh salat, atau membangkang terhadap suami, ini berarti memang bermasalah di agamanya dari awal.
Dari awal. Karena itu harus hati-hati sekali.
MashaAllah. Ustaz, ada kemungkinan juga enggak sih Ustaz, si Akhwatnya ini mungkin ada sedikit psikisnya terganggu
mungkin karena si Ikhwan itu mengajak ke rumah orang tuanya dulu , jadi setelah nikah itu
tinggalnya sama mertua dulu nih, Istrinya. Mungkin ada gangguan ke situ enggak, Ustaz maksudnya?
Setiap orang kalau menikah harus paham. Kita menikah memang dengan pasangan kita.
Tetapi, jangan lupa dia punya kerabat, dia punya orang tua, kenapa dalam Islam dijadikan mertua itu sebagai mahram?
Misal Saya menikah dengan seorang wanita, maka Ayah Saya, setelah Saya akad nikah, dengan wanita ini akan menjadi mahram Istri Saya selamanya.
Walaupun dia bercerai dengan Saya. Begitu juga dengan Saya sendiri, dengan Ibu mertua Saya.
Begitu sudah akad nikah dengan istri, maka Ibu mertua itu akan menjadi mahram pribadi.
Kenapa ada hukum ini? Diturunkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى? Kenapa ada orang asing tiba-tiba jadi Mahram kita?
Dia juga bukan Istri bukan suami. Bahkan statusnya mertua itu mengalahkan statusnya pasangan kita. Karena pasangan itu kan Mahram sementara.
Selama masih berstatus suami-istri, tapi kalau kapan cerai lewat masa Iddah, jadi orang asing.
Kalau mertua enggak ada yang namanya mantan mertua. Enggak ada yang namanya mantan anak menantu.
Abadi ya Ustaz? Ya. Abadi.
Jadi poin ini perlu digarisbawahi. Berarti kita sebenarnya bukan hanya menikah dengan pasangan kita.
Kita sekarang sedang berbaur dengan keluarganya.
Dan itulah orang tuanya, ipar juga. Karena kita enggak mungkin hapus status orang tua dari pasangan kita.
Hapus status saudara atau saudarinya itu enggak mungkin. Bagaimana caranya?
Ada orang kadang-kadang menikah dia mau eksklusif. Dia enggak mau tahu. “Itu Ibu kamu selalu datang.” Lah terus bagaimana?
“Oh itu Ayah kamu begini dan begitu.” Itu kan aneh. Bagaimana bisa dia mau hapus status orang tua pasangannya? Kan enggak mungkin.
Atau itu saudara kamu enggak tahu diri. Bagaimana caranya dihapus status saudara ini? Enggak mungkin.
Betul kita tetap tegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Artinya kalau keluarga Istri atau keluarga suami berbuat baik kita dukung.
Kalau berbuat jahat kita ingatkan. Tapi kan bukan berarti kita harus
Boikot mereka apalagi kayak pengantin baru, kemudian sang suami tadi mengajak tinggal istrinya sama orang tuanya dulu.
Apa yang salah? Enggak ada yang salah. Toh itu juga mahram dia.
Ayah si suaminya adalah mahram. Dia seperti duduk sama Ayahnya.
Walaupun dia tidak berhijab bisa. Dia ngobrol seperti sama Ayahnya.
Jadi si wanita ini juga sebenarnya harus paham juga nih.
tentang bahwa orang tuanya si laki-laki ini, mau enggak mau, suka tidak suka, sebagai orang tuanya (mahram) juga.
Iya. Ana juga pernah tinggal di rumah mertua. Awal-awal nikah. Emang butuh lah untuk penyesuaian dengan keluarga dia dulu
baru kita keluar dari situ. Benar.
Tapi begini, Ustaz. Kita harus mendahulukan mana Ustaz, ketika kita sudah memiliki pasangan itu bagi si akhwatnya dulu nih,
Si akhwatnya ini harus mendahulukan orang tuanya dia atau suaminya, Ustaz?
Suami.
Setelah wanita menikah dengan seorang laki-laki, maka laki-laki ini satu-satunya penentu semua keputusan dalam hidupnya.
Ayahnya pun menjadi nomor dua. Suami itu menjadi nomor satu dalam Islam, dan enggak bisa diganggu gugat.
Jadi kalau Ayahnya si istri mengatakan “Nak, datang ke Saya.” Tapi suaminya mengatakan “Jangan keluar dari rumah.”
Dia tidak boleh keluar.
Berdosa, Ustaz kalau melanggar tuh?
Ya (berdosa). Kecuali perintah suami bermaksiat kepada Allah, baru enggak boleh dipatuhi.
Kembali kepada hadist Nabi ﷻ لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق، إنما الطاعة في المعروف الحلال
Tidak ada ketaatan kecuali pada hal yang dibolehkan dalam hadis lain .لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق
Enggak boleh orang menaati seorang makhluk yang memang kita diperintahkan untuk patuh.
Kayak istri pada suami, anak pada orang tua.
Bawahan sama atasan, kecuali yang berbau maksiat kepada Sang Pencipta.
MashaAllah, berarti ini tidak bolehnya mengikuti perintah hanya kepada kemaksiatan saja, Ustaz?
Iya.
Ustaz, jadi begini kalau misalkan bagi ikhwan ya, Ustaz, dahulukan mana memberi nafkah kepada Istrinya
atau bakti kepada orang tuanya dalam hal nafkah, Ustaz?
Tidak. Tidak bisa dibentrokin seperti itu.
Kalau seorang laki-laki telah menikah dengan wanita, dia wajib memberikan nafkah. Nafkah itu lima hal; makanan
minuman, pakaian, tempat tinggal dan transportasi semampu dia.
Ini suami yang bijak, duduk sama Istrinya, apa kira-kira kebutuhan rumah ini?
Minyak goreng, sabun cuci, apalah segala macam, listrik juga.
Semua yang diperlukan misalnya lima juta rupiah. Oke sekarang berarti dia sudah tahu, dia harus mencari lima juta rupiah.
Untuk keluarganya. Nah, itu yang harus dia prioritaskan. Misalnya dia punya pendapatan lebih, tujuh juta.
Lalu dua juta terserah dia, dia boleh bantu ke orang tuanya, kerabatnya.
Tanpa diskusi dengan Istri, Ustaz? Engga. Jadi bebas Ustaz sebenarnya?
Enggak ada dalam Islam harus melibatkan Istri harus berdiskusi dalam bersedekah.
Tapi Ustaz, dalam hal manajemen keuangan rumah tangga, ya, anak pribadi enggak bisa mengurus keuangan
jadi anak serahin semua ke Istri. Itu salah engga, Ustaz kayak begitu?
Sebenarnya kita tidak mengatakan salah, tapi yang lebih ideal adalah tidak seperti itu.
Oh begitu.
Harusnya antum.
Oke.
Jadi banyak ikhwah kita, dia salah paham. Misalnya dia punya gaji lima juta atau tujuh juta. Semuanya diserahkan
kepada Istri.
Betul, Ustaz.
Taruhlah. Sehingga di saat-saat dia butuh, misalnya maaf, dia mau beli kebutuhan dia pribadilah, mungkin kalau masih
pakai nomor prabayar
dia harus bayar bulanan, begitu, atau dia harus beli kebutuhan dia pribadi mungkin, pakaian dalam
masa harus minta sama Istri?
Oh terbalik jadinya.

Lalu di mana wibawa dia? – Oh oke..
Harusnya dia yang mengatur “Ini loh kebutuhan rumah setelah kita rincikan sekian ya?” Oke “Ambil silahkan.”

Oke – Selebihnya kita kelola.

Iya – Itu yang ideal.
Jadi antum jangan dikelola (uangnya) sama istri. Kasih ana aja, nanti ana yang bantu kelola setiap bulan pengeluarannya.
Jadi kalau kita lebihin buat jajan Istri bagaimana, Ustaz? “Nih buat jajan, nih. Pakai terserah buat apa saja kita halalin.”

Enggak masalah, – Oke. – boleh saja.
Ustaz, di beberapa kasus kan lihat nih, Ustaz mungkin enggak semua laki-laki itu mampu dalam hal ekonomi itu enggak semuanya
baguslah.
Mungkin ada nafkah-nafkah yang kurang diberikan kepada Istrinya, Ustaz. Terus sehingga Istrinya itu
mau bilang juga enggak enak, nih nafkahnya kurang. Terus akhirnya si Istri ini
mencuri diam-diam uang suami, Ustaz. – Ada yang kayak begitu?
Ada. Itu salah satu pertanyaan di kajian Ustaz Khalid juga ada yang kayak begitu, dia mencuri uangnya si suami
karena nafkahnya kurang. – Karena suaminya pelit atau apa, nih?
Ada dua faktor nih suaminya, antara suaminya pelit atau memang

enggak mampu untuk memberikan lebih. – Ya mohon maaf, iya.
Nah hukumnya bagaimana Ustaz, mengambil uang suami?
Sulit mempertemukan suami tidak mampu dengan Istri mencuri uangnya.
Berarti suaminya mampu kalau begitu? – Apa yang dicuri, Ustaz, kalau enggak mampu?
Itu poin dulu. Jadi beda kasusnya kalau ada suami yang tidak mampu, Istrinya harus bersabar.
Sesuai, suka-duka bersama. Sekarang suami hanya bisa membeli suku bungkus nasi uduk, yaudah makan berdua.

Itulah keromantisan. – Indahnya kebersamaan.
Dia cuman bisa beli air mineral satu gelas ya minum berdua. – Masha Allah.
Selimut cuman bisa kecil, yasudah pakai berdua. Handuk sepatu, ya pakai satu berdua, kan begitu.
Kalau perlu sikat gigi berdua, misal kalau dia tidak mampu. – join-an
Artinya, suami tidak mampu. Jadi Istrinya sesuaikan, bersabar. Makanya tolok ukur mencari pasangan salah satunya adalah
“Harus Sepadan”
Kata Nabi ﷻ (CARI HADIS) “Menikahlah dengan orang-orang yang sepadan dengan kalian.”
Maksudnya adalah jangan ada ikhwah kita, gaji dia misalnya tiga juta rupiah
Dia nikah sama seorang wanita yang kosmetiknya saja lima juta.
Biaya kukunya aja lima juta. – mungkin buat dia tantangan kali, Ustaz?

wah ini karena kosmetiknya lima juta. – Enggak bisa, itu berarti.. dia
Itu bukan tantangan, dia akhirnya mengambil resiko, karena si wanita ini terbiasa pakai kosmetika tertentu
atau mungkin uang jajan yang biasa orang tuanya kasih karena dia orang mampu, lima juta rupiah.
Si ikhwah laki-laki ini bekerja keras pun cuman tiga juta, dia sulit nanti adaptasinya.
Enggak ketemu tuh Ustaz? – Enggak bisa ketemu pasti.
Akan sulit. Kecuali dalam satu keadaan mungkin si wanita ini mengatakan “Sudah, Saya punya kemampuan jadi enggak usah
berikan nafkah kepada Saya. Saya cuman ingin sebagai status Istri.” Oke.
Tapi itu jarang. Begitu – Jarang banget.
Jadi perlu dilihat dulu kasusnya itu. Kalau si suami tidak mampu ya si Istri harus adaptasi.
Dan untuk memudahkan si Istri beradaptasi ya itu tadi, menikahlah dengan orang yang sepadan. Nah itu.
Lebih mudah jadinya ya Ustaz? – Iya. Itu satu sisi.
Tapi kalau kasusnya adalah suami mampu cuman bakhil, pelit. – Iya
Nah ini pernah terjadi. Keluhan Hindun رضي الله عنه. Ini sebenarnya orang dulu di awal-awal Islam dia benci Islam.
Tapi setelah pembebasan kota Mekkah dia masuk Islam setelahnya, Istrinya Abu Sofyan.
Setelah masuk Islam dia mengatakan “Ya Rasulullah. Abu Sofyan orang yang pelit.”
Bahasanya itu. Jadi orangnya bakhil, orangnya pelit.
Perhitungan sekali dan dia tidak mau tahu kondisi Saya dan anak-anak Saya.
Maksudnya seperti keadaannya kalau mau masuk rumah, makanan sudah harus ada, semua sudah harus ada.
Tapi dia enggak memberikan nafkah. Maka pertanyaan hindun “Ya Rasulullah, boleh enggak Saya ambil uangnya?”
Kondisinya Abu Sofyan mampu, tapi bakhil. Perhatikan, ini poin penting ya.
Sekali lagi, mampu tapi dia pelit. Dia tidak memberikan nafkah dasar.
Dia bisa membuat roda kehidupan berjalan, tapi dia tidak mau tahu Istrinya mau makan dari mana, minum dari mana
Dia enggak mau tahu.
Maka pada saat itu, Nabi ﷻ mengatakan “Ambilah dari hartanya secara ma’ruf.” Maksudnya harus betul-betul
detil dan sesuai dengan kebutuhan kamu.
Lebih enggak boleh, ini zalim. Itu berarti mencuri.
Ambilah dari hartanya yang mencukupi secara Ma’ruf.
Oke, Ustaz kita garisbawahi Ustaz. Boleh cuman sesuai kebutuhan?
Jangan berlebihan, ya? – Nanti ngambilnya..

mentang-mentang Ustaz bilang boleh, nanti boleh ambil-ambil terus.
Kebutuhan itu harus dibatasi ya? – betul, Ustaz.
Makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, transportasi. – Nah.
Semampu suami. Makanan, porsi dia. Misalnya dia makan satu piring.
Dengan sedikit lauk. Itu sudah harus jadi tolok ukur.
Jadi enggak boleh dia bilang “Oh tapi kan kebutuhan Saya lima piring>”
Karena Saya mau kasih … – Dibuat-buat kebutuhannya ya, Ustaz?
Saudara dikasih, ke keluarga Saya dikasih, enggak ada urusan itu ekstra – di luar. Ekstra.
Tapi kalau dalam ibadah, (ekstra tadi) sudah sunnahnya saja.
Sama juga dengan minuman, bukan berarti dia harus beli semua kulkas dipenuhin, sementara suaminya enggak mampu misalnya.
Atau pakaian, ini rak lemari sudah mau rubuh nih – Terus bilangnya enggak punya baju lagi.
Padahal sudah penuh. – Karena lagi promo ini. Nah terus ambil uang suami
diam-diam, ini enggak boleh. Terus tempat tinggal, paksain harus suami beli rumah.
Suami enggak mampu padahal. Masih bisa kost-kostan, Yasudah kost-kostan saja.
Kan begitu? Transportasi, dia mau pergi ke mana? Suaminya baru mampu berikan ongkos angkot misalnya.
Yasudah itu. Itulah transportasinya. Jangan paksakan harus punya mobil harus punya motor sementara belum mampu.
Ini yang dimaksudkan tadi – Sesuai kebutuhan, Ustaz.
Iya, ana masih kurang paham tentang mencari pasangan yang sekufu, Ustaz. Sekufunya ini dalam artian itu
Dalam hal agama kah? Dalam hal kesukuan kah? Dalam hal – Umur mungkin?
Umur mungkin atau apa, Ustaz? Bagaimana Ustaz patokannya, Ustaz?
Lebih kepada hal yang harus butuh keserasian. Tentu nomor satu agama, ya kan?
Jangan sampai kita saleh nikah sama wanita fasik itu kan bentrok sekali ya.
Wanita yang jauh dari agama. “Oh nanti Saya yang dakwahi.” Itu omong kosong.
Itu seperti orang yang bawa PR. Lalu kenapa enggak nikah yang sudah enggak perlu didakwahi lagi?
Bener, kenapa nyari PR ya Ustaz? – Tinggal salat, tanpa disuruh pun dia udah salat.
Tanpa disuruh pun dia sudah tutup aurat pada saat keluar rumah. Dia sudah tahu. Nah itu. Jadi enggak usah ada PR
dalam masalah-masalah seperti ini. Nah agama. Kemudian yang kedua tentang masalah keadaan sosial.
Ekonomi sosial ini harus diperhatikan baik-baik.
Misalnya bisa enggak Saya nikah dengan orang yang sesuku dengan Saya? Oh boleh.
Jawa sama Jawa, Bugis sama Bugis, bisa karena dia lebih mudah adaptasi. Itu juga kufu namanya.
Biasanya sama ya, Ustaz? – Iya bahasanya sama, begitu kan.
Secara bahasa sama. Tapi boleh enggak Saya nikah dengan lintas suku? Oh boleh, lintas negara boleh tapi ingat
Setiap kita lintas, butuh ekstra. Misalnya orang Indonesia. Orang Bugis nikah sama orang Jawa. Pasti ada adaptasi. – Betul.
Ini kan dua suku yang berbeda. Mungkin di Jawa ada makanan yang sedikit manis. Mungkin orang di Sulawesi makannya sedikit pedas.
Contoh.
Itu contoh-contoh saja. Apa lagi kalau lintas negara, kadang-kadang orang cuman berbangga-bangga kan?
“Oh nikah sama bule..” Padahal adaptasinya bule, makannya roti terus.
Iya kita makannya nasi.
Pagi-pagi nasi goreng, bule mana ada makan nasi goreng?
Nasi digoreng, kan. Mereka kaget. Di Timur tengah saja itu mereka kaget. “Nasi kamu goreng?”
Bagi mereka itu aneh nasi digoreng. Pisang digoreng? Itu kaget itu. – MashaAllah.
Nah ini contohnya. Kecuali orang mau tadi Saya bilang, ekstra.
Dia harus ekstra pengorbanan, ekstra pengertian, ekstra waktu, macem-macem.
Nah itu baru bisa. Makanya sekufu itu penting dalam jenjang sosial.
Ekonomi juga sama. Tadi sudah kita kasih contoh. Kalau pendapatan si laki-laki ini atau si Akh ini cuman tiga juta.
Jangan dicari wanita yang kosmetiknya saja sudah lima juta. Karena kerepotan.
Dia harus cari perempuan yang tiga juta itu terkelola dengan baik. Mungkin kosmetik itu cuman lima puluh ribu.
Tiga juta itu terkelola dengan baik. Mungkin kosmetiknya cuman lima puluh ribu, tidak bermerek, bedak bayi dipakai misalnya.
Ya kan ada perempuan begitu kan? Contoh memang dia bukan orang yang mewah – yang sederhana ya, Ustaz?
Iya dia bisa. Nah itu akan lebih mudah karena tiga juta itu akan bermakna sekali dengan orang yang bisa mengelolanya
dan memang kehidupannya begitu. Contohnya Istri ana, Ustaz.
MashaAllah. Dengan bedak itu sekali tabok begini aja udah bisa peutih semua itu. Alhamdulillah dia qana’ah.
Ustaz, mungkin sebagai penutup Ustaz. – di poles kali bukan ditabok.
Ditabok dia Ustaz. – bahasanya ya ditabok.
Hati-hati KDRT loh. Hati-hati. – Enggak, enggak.
Aman InshaAllah. – Aman-aman.
Dan mungkin sebagai penutup Ustaz, motivasi dari antum Ustaz buat teman-teman ikhwan di sana, mungkin yang
ketika dia nikah, terus mungkin pasangannya itu tidak sesuai ekspektasi, Ustaz, apa saran dari antum agar dia lebih legowo begitu, Ustaz?
Kalau sudah terlanjur terjadi, kita harus rincikan apakah memang dia sudah tahu sebelumnya atau belum tahu sebelumnya?
Itu beda. Kalau dia sudah tahu sebelumnya ternyata wanita ini jauh dari agama.
Atau kita balik kasusnya, akhwat tahu kalau akhi ini jauh dari agama.
Cuman bagi dia “Nanti deh Saya dakwahi.” Misalnya. Nah ini beda jawabannya dengan orang yang belum tahu.
dan dia tertipu. Nah begitu. Nah kalau dia sudah tahu ini resiko dia. Saran kami untuk orang seperti ini, bertahan.
Bertahan dengan cara mengajak dan merangkul pasangannya sama-sama berubah. Sama-sama hijrah.
Begitu kan? Sama-sama menjadi orang yang lebih baik saleh dan salehah. Nah itu dia berusaha sambil berdoa kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى.
Itu sarannya, karena dia sudah tahu kan konsekuensinya. – Betul.
Karena banyak sekali di antara ikhwah kita kalau dipertemukan antara cantik tapi jauh dari agama,
Kebanyakan pilih yang jelek dekat dengan agama, dia – akan pilih yang cantik.
Ya kan begitu? Nah ini dia siap dong – resikonya,
Siap perempuan ini enggak salat, siap perempuan ini belum tutup aurat, siap perempuan ini
suka berhubungan sama laki-laki. Itu konsekuensi. Dia harus tahu itu.
Makanya pernah ada kasus rumah tangga ditanyakan kepada kami “Ustaz, suami Saya itu tidak mau salat, suami Saya itu
begini dan begitu, bohong, playboy-lah segala macam,.”
Ada juga kasus, bapak-bapak nanya “Ini Istri Saya susah sekali dinasihatin, enggak mau pakai jilbab
enggak mau patuh, segala macam.” Pertanyaan Saya pada mereka pada saat itu. “Sudah tahu belum sebelum nikah kalau mereka begini?”
“Udah Ustaz.” “Sudah tahu? Sudah tahu kalau ini perempuan memang tidak berjilbab, atau laki-laki ini
memang playboy, dia tahu.” – waduh. Loh berarti jawabannya sederhana, yasudah bertahan.
Karena Anda memilih itu. – Iya betul.
Berarti konsekuensinya sudah tahu. Kalau mau mendapatkan orang yang saleh dan salehah memang tempatnya itu bukan di karaoke,
di diskotik, bukan jalan enggak baik, – betul, betul.
Di masjid, di majelis ta’lim, nah itu tempatnya mereka.
Sekarang kalau kasusnya yang kedua, kalau seandainya dia tidak tahu dia tertipu, misal contoh.
Akhwatnya itu pura-pura pakai jilbab, syar’i segala macam, ternyata dia pergaulannya bebas. Contoh.
Atau laki-lakinya, ikhwahnya, karena dia mau nikah sama akhwat ini, dia tahunya akhwat ini salehah – dia pura-pura.
Dia saleh, dia ke masjid, padahal setelah nikah enggak begitu, enggak ke masjid, enggak salat segala macam.
Nah ini di sini dia boleh opsinya adalah meninggalkan rumah tangga itu.
Karena dia tertipu, daripada dia menghabiskan waktu dan umurnya pada orang yang seperti itu, lebih baik
dia mengambil jalan pintas untuk memutuskan. Tapi saran Saya pribadi sebelum mengambil keputusan cerai istikharah dulu.

Oke – Minta petunjuk sama Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى karena doa istikharah itu
kan di antaranya “Ya Allah, kalau perkara ini..” Disebutkanlah perkara dia.
Di akhir doa istikharah itu kan. “Baik buat urusan dunia Saya dan akhirat Saya, agama Saya, dan akhirat Saya, maka
mudahkan dan berkahi. Kalau ini buruk buat dunia, agama, dan akhirat Saya, maka alihkan Saya dari dia.
Alihkan dia dari Saya. Maksudnya dua-duanya tidak merasa kehilangan.
Dan takdirkanlah kebaikan di manapun aku berada dan buatlah aku rida kepadanya.

MashaAllah – Maka istikharah itu jalan pintas doa.
Nah di situlah dia bisa mendapatkan petunjuk dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kalau memang pasangan ini laki-laki atau perempuan ini
Allah berikan hidayah, baik dia akan berubah, tapi kalau tidak, maka dia akan makin menjadi-jadi supaya memang berpisah.
MashaAllah ya. Rumah tangga itu kompleks banget ternyata. – kompleks itu kita baru bahas
dikit loh dari sekian – ini baru luarnya doang nih. Atasnya doang, nih. Dalamnya belum.

bakal lebih seru lagi nanti, nih ke depannya, episode-episodenya diskusi maupun di rumah
Iya MashaAllah. Mungkin kita bisa petik pelajaran, nih buat pemirsa diskusi juga di rumah, mudah-mudahan
Banyak manfaat yang mungkin bisa antum semua tahu – Insha Allah
Di kehidupan, khususnya kehidupan rumah tangga ya? Ustaz Barakallah fii kum Jazakallah akhairan Ustaz
Oke kita ketemu lagi di episode selanjutnya, Barakallah fii kum ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *